Jawaban:
Cinta karena Allah dan
benci karena Allah artinya melepaskan diri dari segala sesuatu yang Allah
berlepas tangan darinya seperti yang difirmankan-Nya, "Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
"Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada
Allah saja.
Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku
akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari
kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan Kami hanya kepada
Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya
kepada Engkaulah kami kembali." (Al-Mumtahanah: 4).
Allah juga tidak bertanggung jawab kepada orang-orang musyrik
seperti yang difirmankan-Nya, "Dan (inilah) suatu permakluman
daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa
sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.
Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik
bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak
dapat melemahkan Allah dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih." (At-Taubah: 3)
Maka setiap orang mukmin harus melepaskan diri dari orang
musyrik dan kafir. Berlepas diri dalam hal ini bersifat pribadi.
Di samping itu, seorang muslim harus membebaskan diri dari
segala amal yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun tidak sampai
pada derajat kafir, seperti perbuatan fasik dan maksiat. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman, "Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada
Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah
kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci
kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus." (Al-Hujurat: 7).
Jika seorang mukmin mempunyai keimanan sekaligus berbuat
maksiat, maka kita mencintainya karena keimanannya dan kita membencinya karena
kemaksiatannya. Itulah yang seharusnya kita terapkan dalam kehidupan kita.
Kadang-kadang Anda memakan obat yang rasanya tidak enak dan Anda tidak suka
rasanya, tetapi Anda tetap meminumnya karena obat itu bisa menyembuhkan
penyakit.
Sebagian orang mukmin ada yang benci kepada orang yang berbuat
maksiat melebihi kebenciannya kepada orang-orang kafir, ini termasuk sifat ujub
(membanggakan diri sendiri) dan memutarbalikkan realitas. Orang kafir adalah
musuh Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, maka kita harus membencinya
dengan sepenuhnya hati kita. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad),
karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada
kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu
karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk
berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat
demikian).Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada
mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu
sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang
melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus." (Al-Mumtahanah:1).
Kemudian firman Allah,
"Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah: 51).
Orang-orang kafir itu tidak akan ridha kepada kalian kecuali
jika kalian mengikuti agama mereka seperti yang difirmankan Allah, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu,
maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah:
120).
Kemudian firman Allah, "Sebagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman." (Al-Baqarah: 109).
Kekafiran di sini mencakup segala macam bentuk kekafiran
seperti penentangan, pengingkaran, kedustaan syirik dan ilhad.
Sedangkan dari aspek perbuatan kita harus berlepas diri dari
segala amal perbuatan yang haram dan tidak boleh bagi kita mencintai amal
perbuatan yang diharamkan dan tidak pula melakukannya. Kita harus berlepas diri
dari orang-orang mukmin yang berbuat maksiat, tetapi kita tetap mencintainya
dan menjadikannya wali karena keimananyang ada padanya.
Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat,
Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah
1426 H.), hlm. 193-196.
Posting Komentar